Produser  : Handoko Hendroyono, Anggia Kharisma
Sutradara : Angga Dwimas Sasongko
Skenario   : Jenny Yusuf
Penulis Naskah : Jenny Jusuf
Durasi : 117 menit
Tanggal rilis : 9 April 2015
Produksi : Visinema Pictures
Pemain :
Chico Jericho sebagai Ben
Rio Dewanto sebagai Jody
Julie Estelle sebagai El
Jajang C. Noer sebagai Bu Seno
Otiq Pakis sebagai Ayah Ben
Ronny P. Tjandra sebagai Pengusaha
Slamet R. Djarot sebagai Pak Seno

Mesin Expreso di KAfe Filosofi Kopi
Filosofi Kopi
Film ini membuka tirai panggung cerita dengan memperlihatkan 2 aktifitas paralel diseputar komoditas nusantara-biji kopi. Pertama aktifitas Jody yang menerima pesanan biji kopi dan Ben yang tengah sibuk meracik dan berdakwah soal kopi buatannya. Aktifitas lainnya adalah aktifitas petani yang memetik biji kopi, mengolah biji kopi secara tradisional dan meraciknya dengan cara sederhana.

Jody melihat Ben yang sedang meracik Kopi
Filosofi Kopi : Ben meracik kopi layaknya ilmuwan meracik bahan kimia

Opening film yang diiringi lagu Gede Robi dengan judul Kisah Secangkir Kopi ini sebetulnya merupakan kisi-kisi cerita. Dimana nantinya kedua cara meracik kopi akan saling berhadapan nanti. Ben yang notebene seorang barista penuh obsesi dan ambisi jika bicara soal kopi, akan berhadapan dengan Pak Seno seorang petani dan penjual kopi warung biasa di pedalaman.

Namun sebelum adegan itu datang, film hasil adaptasi cerpen karya Dee Lestari ini penuh makna terutama buat saya pribadi. Mengapa? Film Filosofi Kopi meracik persahabatan, cinta, perjuangan, masa lalu dan bisnis menjadi cerita siap saji. Jadi, menurut Luqman Wibowo untuk resensi film keren yang ini bisa teman-teman baca dan nontonlah film ini pelan - pelan! Karena sangat-sangat layak.

Persahabatan dalam cerita ini, ditunjukkan oleh dua tokoh utama dalam film ini. Ben (Chico Jericho) dan Jody (Rio Dewanto) yang telah tumbuh bersama jauh sebelum mereka dewasa. Itu karena Ben akhirnya diadopsi atau diurus oleh ayahnya Jody bagai anak sendiri. Sekalipun tumbuh bersama, keduanya memiliki watak dan karakter yang berbeda. Jika Ben tumbuh dengan rasa penasaran dan penuh obsesi tentang kopi, sementara Jody sebagai trah China membawa ciri dan karakter tajam soal bisnis dan rasa persahabatan disisi lain.

Melalui dua tokoh ini, setidaknya saya belajar 4 hal. Pertama, mereka membangun bisnis yang sebenarnya rentan bagi status persahabatan mereka. Apakah anda pernah mendengar pendapat liar bahwa "sebaiknya jangan bekerja atau berbisnis dengan sahabat dekat. Karena, bila bisnis gagal itu akan mengganggu persahabatan kalian." Nah, dalam film ini persahabatan mereka diuji.
Jody dan Ben selalu berkomitmen secara emosional untuk kafe Filosopi Kopi mereka
Filosofi Kopi : Jody dan Ben
Kedua, melalui tokoh Jody yang merupakan pebisnis, ia mengajarkan kita banyak hal soal negosiasi dalam berbisnis. Contohnya, ketika Jody mengajak Ben untuk segera kembali ke kedai agar kedai tetap buka pada jam makan siang. Ben dengan terang-terangan menolak dengan alasan itu merupakan jam istirahat. Ben membeberkan pengalamannya di Eropa bahwa kedai kopi tetap tutup di jam makan siang. Lalu Jody mengajukan fakta keadaan bisnis mereka dan memberikan opsi untuk memecat salah satu pegawai dengan alasan untuk menutupi biaya operasional mereka yang semakin mepet. Setelah bolak balik adu pendapat, akhirnya Ben menerima keputusan Jody agar kedai tetap buka pada jam makan siang.
Jody dan Ben bernegosiasi diatas motor
Filosofi Kopi Negosiasi jadwal buka diatas motor

Ketiga, melalui tokoh Ben kita melihat seorang tokoh anti kemapanan dan  pecinta tantangan. Dalam film ini Ben tanpa ngobrol dan kompromi dengan Jody, menaikkan angka taruhan dari penantangnya. Kejadian yang bermula dari tantangan seorang pengusaha kepada Ben untuk meracik kopi yang tiada duanya dan dianggap terbaik se-Ibu Kota. Jika berhasil, ia bisa memberikan uang sebesar 500 juta sebagai hadiahnya. Ben yang tertantang juga atas dorongan Jody yang sedang mentok hampir pailit karena hutang warisan ayahnya  akhirnya menerima tantangan pengusaha tersebut. Namun, tanpa disangka Jody, Ben dengan seenak hati menaikkan angka taruhannya menjadi 1 milyar. Jika Ben tidak berhasil, maka Ben dan Jody lah yang akan membayar uang sebesar 1 milyar kepada pengusaha itu.

Well, begitulah Ben. Ia adalah seorang anti kemapanan tetapi ambisius dan penuh hasrat jika berbicara kopi. Menanggapi ulah Ben secara sepihak, tentu saja Jody uring-uringan dan ngambek setengah mati kepada Ben. Harapan Jody mendorong Ben untuk menerima tantangan itu adalah demi menutupi utangnya. Sedangkan Ben untuk menunjukkan eksistensi dirinya bahwa dia adalah barista terbaik se Jakarta bahkan se-Indonesia.  Bagi Jody, Ben akan biasa saja dan tidak menderita kerugian apapun terutama uangnya jika kalah. Selain itu, jika mereka benar-benar kalah dalam taruhan, maka Jody akan rugi dua kali! Begitulah pikiran Jody.
Jody menonton Ben yang sedang meracik dan berusaha menemukan komposisi Bens Perfecto
Filosofi Kopi : Antusiasme Ben meracik kopi

Hal keempat, film Filosofi Kopi menyuguhkan egoisme dan arogansi yang mengekor dibalik orang-orang ambisius dan merasa menjadi yang terbaik. Hal ini ditunjukkan oleh Ben! Pasca deal soal nilai taruhan, Ben bagaikan seorang peneliti melakukan uji coba berbagai jenis kopi, cara mengolahnya, dan metode apapun untuk diracik. Hingga pada waktunya, ia berhasil menemukan racikan yang sesuai digambarkan si penantang.

Sejak menemukan komposisi yang diklaim ‘sempurna’ oleh para krew kedai Filosofi Kopi, Ben menjadi sumringah bahkan mendekati jumawa. Ben berada di atas angin dan berasa duduk di singgasana kerajaan kopi karena racikannya berhasil menarik banyak penggemar kopi. Hingga suatu waktu, datanglah El (Julie Estelle) seorang food bloger atau lebih tepatnya qu grader dan turut merasakan kopi racikan ‘sempurna’ dengan label ‘Ben’s Perfecto’. Lalu apa pendapatnya? Not Bad. Hanya not bad! Pukulan telak untuk Ben.
Jody, Ben, dan El menemui Barista Tradisional sang mpu Kopi TIwus
Filosofi Kopi : Ben ngotot ingin tahu proses meracik 'kopi Tiwus'

Dari 4 hal diatas yang diracik dalam cerita filsofi kopi sangat menarik dan nyatanya memicu pertumbuhan kedai – kedai kopi di Nusantara. Adapun sebagai karya adopsi dari cerita pendek dengan judul yang sama, tentu saja wajar jika terdapat penyesuaian yang lebih relevan. Semisal sang penantang tidak langsung serta merta mencari Ben melainkan memberikan traktiran pada semua pengunjung di suatu sore. Dalam cerita pendek karya Dee Lestari itu, sang penantang memprovokasi Ben melalui rasa kopi yang sesuai dengan setiap tagline atau Filosofi Kopi racikannya.

Ada pula tokoh pria penggemar kopi dan menganggap kopi adalah jamu yang hanya berkata ‘lumayan’ atas ‘Ben’s Perfecto’. Bisa jadi seorang pria paruh baya memang akan jadi biasa dan tak ada kesan mendalam bagi kita ketika menonton adegan ini. Sehingga dalam film, tokoh yang berbicara ini adalah seorang wanita dengan pangkat ‘qu garder’ dengan mengatakan ‘not bad’ untuk ‘Ben’s Perfecto’. Hasilnya? Silahkan teman-teman menontonnya lagi dengan seksama.

Selain itu jumlah uang yang dipertaruhkan juga berubah dari 50 juta dan naik menjadi 100 juta dalam cerita pendek. Sedangkan dalam filmnya berubah menjadi 500 juta pada taruhan pertama dan naik menjadi 1 milyar. Mengapa bisa naik? Karena relevansi nilai mata uang yang sudah beranjak naik. Nilai uang 50 juta dengan setting tahun 1996 akan sebanding dengan 500 juta untuk tahun 2014. Saking besarnya, saya sendiri menganggap angka itu tidak waras dan gila jika ada pertaruhan semacam itu hanya untuk racikan kopi.  

Melihat dua karakter tokoh dalam film ini sungguh membuat saya takjub. Keduanya benar-benar seperti hitam dan putih demi menjalankan roda nasib mereka. Begitu padu dan layak mendapatkan aplous. Adapun soal ekspresi Ben ketika bertemu pak Seno, banyak yang mengkritik terlalu berlebihan. Saya sendiri menangkap kecanggungan. Tetapi bukan karena Ben berlebihan menunjukkan sikapnya kepada Pak Seno, itu karena memang sulit. Disatu sisi obsesi Ben pada biji kopi, cara mengolahnya dan syarat makna dibungkus pengalaman pahitnya. Sementara disisi lain kopi racikannya dianggap lumayan dibanding ‘kopi Tiwus’ yang sekedar racikan tradisional karya Pak Seno.

Bagi yang belum nonton saya kira teman-teman tak perlu takut dianggap latah atau bahkan terlambat. Ini bukan saja soal falsafah hidup pada setiap racikan kopi, tetapi ini juga soal menangkap makna lain dari film ini sendiri. Entah itu motivasi bisnis, motivasi bertani atau menjadi rentenir sekalian. Yang jelas, benar kata Dee Lestari, “Hidup tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya”. 


Beberapa bulan yang lalu Luqman Wibowo muter-muter otak buat lanjut nulis di blog Resensi ini. Nah, mampirlah saya di youtube dan mulai ngulik semua macam video serta film yang berserakan di Youtube. Awalnya sih liat-liat video klip band – band terkenal, lalu video klip buatan mandiri para youtuber dan vloger, liat juga para musisi cover yang meskipun videonya sederhana dan simple tapi gak kalah menarik dengan video klip band-band yang sudah mapan.

Yups, selama berkelana di web streaming dan sharing video ini saya akhirnya saya menemukan setidaknya 3-5 perusahaan yang beberapa tahun ini menggunakan film pendek sebagai media iklan mereka. Ini merupakan salah satu fenomena didunia marketing dan periklanan mengekor gelembung vloger dan youtuber yang semakin mengembang. Soal gelembung fenomena ini, kita akan bahas di ulasan saya yang lain. Karena kali ini, saya berniat menyampaikan hasil resensi film dibawah bendera perusahaan Toyota. 

Yaps, sejak tahun 2016 yang lalu, Toyota begitu intens menerbitkan web series untuk memperkuat branding image produk mereka. Hampir setiap tahun mereka mempublikasi sebuah film bermuatan produk mereka. Ya,  walaupun merupakan film pendek atau lebih dikenal dengan web series.

Gak percaya? Tengok aja di chanel youtube mereka. Diantara deretan video iklan, stories dari peserta lomba vlog, teman-teman bakal menemukan web stories yang dalem banget hingga dipenuhi komentar positif soal ceritanya. Karena, cerita, alur, plot dan setting waktu dan tempatnya benar-benar memanjakan penonton.

Toyota sendiri sudah mengeluarkan banyak sekali web stories dimulai dari yang durasinya Cuma 6,23 menit dalam satu judul, hingga 16,24 menit per episode. Saya akan coba susun semacam dibawah ini.

1.    Love is A Trap
Cerita ini tentang seorang artis yang tiba-tiba ditinggalkan istrinya ketika sedang syuting. Ia pergi hanya meninggalkan pesan “Aku pergi ke Jepang, kamu jangan susul aku”. Well, sebagai suaminya tentu saja ia penasaran dan langsung mengepak barang-barangnya lalu membawa mobilnya pergi ke bandara.

Mau ngapain ke bandara? Nyusul istrinya dong. Kenapa gak ke pelabuhan? Please deh.. Lama kali pake kapal laut sampai ke Jepang.  
Adegan ending dimana mereka akhirnya saling memeluk
Adegan Ending Love is A Trap
Nah sesampainya di Tokyo-Jepang, si artis langsung menyetir sendiri dengan mobil yang hampir sama ketika ia berangkat ke Bandara. yaitu jenis MPV. New Sienta tepatnya. Lalu dengan mudah si artis menemukan kamar istrinya (hmm, apartemen kayaknya) dan terjadilah drama dimana istrinya kabur dan main petak umpet buat kasih kejutan sama suaminya.

Stories yang diterbitkan 31 Mei 2016 mungkin web stories percobaan Toyota bersamaan dengan kedatangan New Sienta ke pasar Indonesia. Durasinya Cuma 6,23 menit tetapi cukup lumayan sebagai stories. Ya walaupun kita jadi bertanya-tanya semisal soal baju yang dikenakan istri si artis yang awalnya pake pakaian model cina, berubah pake kaos dan lebih sporty. Padahal, itu dalam satu adegan sewaktu nungguin suaminya syuting.

Kalau soal mobil yang digunakan sama, saat di Indonesia dengan di Jepang, kita bisa aja berasumsi saking sayangnya sama istrinya, saking mereka hafal dan sering ke Jepang sehingga mereka juga terbiasa menyewa mobil jenis dan merk ini. Kenapa pilih mobil merk, jenis dan varian ini?

Tentu saja karena spesifikasi mobil ini. Kita bisa lihat adegan si artis sedang packing dan memasukkan koper ke mobilnya sebelum ke bandara. Lalu saat si artis melihat GPS yang terpasang di dasboard mobil. Itu adalah pesan dalam web stories ini. Iklan!

2.    Filosofi Kopi Special Episode - The Goodwill  
Nah, yang ini adalah Storie legenda. Aslinya cerita ini adalah sebuah cerita pendek yang ditulis salah satu penulis idola saya tahun 1996. Ia meracik cerpen ini bersama cerpen lainnya menjadi sebuah buku dengan judul Filosofi Kopi di tahun 2006. Buku yang dikemudian hari memicu ledakan usaha warung kopi menjadi lebih berkelas dan rekat dengan budaya sub-urban.

Ben menyeruput Kopi Tiwus
Adegan Ben menemukan Kopi Tiwus

Toyota meminjam (eh, kayaknya lebih pas menumpang… atau mungkin membeli)  cerita ini.

“Lha kok bisa? Yang nulis artikel ini sok tahu ah..?!” ujar pembaca yang budiman.
“Maka bacalah cerpen Filosofi Kopi! Kira-kira, Ben sama Jody waktu blusukan nyari kopi sampe ketemu ‘kopi Tiwus’ pake mobil apa?” jawab penulis yang sudah kehabisan kopi waktu ngetik tulisan ini.

Nah, bukan salah Toyota apalagi salah Dee Lestari yang gak nyebutin merk mobil di cerpennya. Ini soal kepandaian tim ahli periklanan menangkap cerita, menangkap peluang, dan menjadikannya web stories syarat iklan Toyota Fortuner. Positifnya, stories yang dipublikasikan 18 Jun 2017 ini berujung edukasi untuk turut mengajak petani kopi merasakan ledakan bisnis kopi yang semakin berkembang.

3.    Mengakhiri Cinta Dalam 3 Episode 
Ini web stories romantis yang saya suka.
“Penulis Gilak! Mengakhiri Cinta kok Romantis!” Itu istri saya yang ngomong.
“Karena Satrio tetap menemani Ayu dan berusaha mencitai.” Saya jawab begitu karena memang begitu ceritanya.
“Delapan tahun Mas. Bayangkan! Delapan tahun dia mengaku – ngaku jadi pacarnya Ayu. Sudah mau sebar undangan nikah. Eh malah bilang gak cinta?! Itu Gilak!” Istri saya tambah ketus.
Satrio dan Ayu yang dipeluk ayah Ayu
Adegan Satrio dan Ayu dipeluk Ayah Ayu

“Tetapi Satrio jujur. Dia juga sudah berusaha. Toh malah jadi menipu diri sendiri, menipu Ayu, menipu kedua orang tuanya sendiri, menipu kedua orang tua Ayu, dan menipu semua orang kalau hubungannya dilanjutkan. Apalagi kalau sampai menikah.” Saya masih tenang dan hanya membeberkan fakta dan kemungkinan.
“Itu pengkhianatan. Satrio telah berkhianat sama Ayu. Berkhianat sama cintanya Ayu, berkhianat sama kedua orang tuanya sendiri, berkhianat sama kedua orang tua Ayu dan berkhianat sama semua orang.” Istri saya masih saja ketus.
“Iya, tapi ceritanya romantis, sayang. Ceritanya juga ungkapin Satrio yang merasa kehilangan kok. Itu tandanya ia cinta. Cuma gak sadar. Kalau mereka gak cinta, gak sehati, gak sepikiran, gimana juga mereka bisa saling berkomunikasi lewat telepati.” Sebenarnya pada poin ini saya juga heran, kok bisa mereka mengobrol hanya lewat pikiran masing-masing.
“Itu buat pelajaran sama Satrio. Toh Satrio juga akhirnya tetap pergi kan. Satrio pengkhianat dan penipu.” Istri saya bersungut-sungut sambil membalikkan badan disamping saya.
“Ya ampun, sayang. Kamu tuh kok melihat cerita dari depan aja. Cobalah lirik dari samping, dari belakang, pahami dulu maksud ceritanya. Romantis itu bukan karena si A menyatakan cinta sambil bawa bunga atau kue tart penuh cokelat doang. Ada sisi lain cerita ini, maka saya bilang cerita ini romantis.” Saya masih melek, melotot didepan laptop yang dipangku lalu nyari web stories episode 1.
“Hmm, jangan – jangan mas juga begitu.” Istri saya menarik selimut hingga menutupi semua badannya sampai leher.
“Begitu bagaimana? Kita kan lagi bahas ceritanya sayang. Cerita web stories Toyota Yaris. Bukan ngomongin orang di dunia nyata, apalagi ngomongin kita.” Saya jadi heran, kok bisa istri saya bisa ngambil kesimpulan begitu.
“Ya udah, matiin laptopnya. Gak bisa tidur tauk! Dah ngantuk malah jadi nonton lagi. Balik episode 1 pulak!” Istri saya memindahkan satu bantalnya menutupi kepalanya.
“Sebentar, saya mau lihat web stroiesnya sekali lagi. Mau mastiin. Lokasi adegan dan jenis mobil yang dipakai tipe apa.” Saya sih nonton ulang mumpung lagi mau nulis. Kan lumayan buat blog saya
“Mobilnya Yaris. Orang filmnya perjalanan melulu kok. Sampe si Satrio ketemu cewek baru juga karena mobilnya mirip.” Istri saya mulai mengantuk. Suaranya begitu halus.
Sampai akhirnya saya tidak tega mengganggunya yang sudah mau tidur. Jadi saya menyimpan laptop saya diatas meja samping tempat tidur.
Saya mulai berfikir, seandainya saja kita didunia nyata bisa beromunikasi tanpa bicara langsung. Hanya melalui pikiran-pikiran kita. Bagaimana dunia ini berjalan?

4.    Jejak Warna: Cerita Tentang Perubahan
Web Stories ini lebih sederhana sebenarnya. Jika 3 web stories sebelumnya selalu di beri ciri mobile antar negara, antar propinsi dan kota, web stories yang ini hanya menyampaikan cerita pada satu kota. Pergerakan menggunakan mobil Toyoto Agya hanya dilakukan didalam kota tetapi cukup extrim.
Arya seorang monokrom terjebak dalam kesepian
Adegan kesepian Arya dalam film Jejak Warna Cerita Tentang Perubahan

Web Stories ini dipublikasi pada 17 Sep 2019 yang bercerita seputar Arya, seorang pekerja yang menjalani rutinitas dan digambarkan hampir semua adegan dalam mode hitam-putih. Bahkan menurut pengakuan aktor utama, ia melihat matahari yang terik hanya putih saja.  Mode hitam-putih fim ini mungkin sebagai gambaran betapa kelamnya aktor utama.
Ada sih, warna merah mencolok. Itu adalah warna rambut palsu Kinar. Well, sebagai kenalan baru, Kinar membawa Arya mengusir kepakatan hitam dan memberikan warna pada kehidupannya. Sejak bertemu Kinar, ia membawa Arya keluar dari box dikepalanya dan mengubah pandangannya tentang dunia yang hitam-putih menjadi penuh warna.
5.    Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini
Nah ini termasuk baru, publikasi episode pertamanya pada 19 oktober 2019 sedangkan episode terakhirnya keluar tanggal 9 November 2019. Jadi hanya dalam satu bulan, Toyota mempublikasikan 3 episode web Stories ini. Cuma 3 episode tetapi bobotnya lumayan.
Web stories ini bercerita seputar Awan dan Satria yang berteman sejak kuliah dan kemudian bekerja di agensi yang sama. Satria sebenarnya suka dan memang menyatakan cinta kepada Awan, namun dinamika dalam pekerjaan mereka akhirnya menyuguhkan kita tentang nilai yang lain dari sebuah hubungan pertemanan, rekan kerja, membangun tim, dan keluarga. Ada banyak sekali petuah di film ini yang sangat recommended buat ditonton. Kalau perlu kita catat percakapannya.

Satri dan Awan yang sedang bercengkrama sebelum menyeberang
Adegan Film Nanti kita cerita hari ini Satria dengan Awan ketika mau menyeberang


Nah web stories diatas asli saya sampaikan dengan seyakin-yakinnya bahwa ceritanya tentang iklan produk perusahaan otomotif Jepang dengan masing-masing merk dan tipenya. Jadi, ketika saya bilang recommended, itu karena ceritanya unik dan mengandung nilai yangg amazing!

Sekian….
Gambar Desain Sepatu Cewek buatan Istri

Gambar Desain Sepatu Pria buatan Luqman Wibowo

God, konsisten untuk menulis itu tidak main – main. Setidaknya ada beberapa usulan dari dunia ghaib yang di tampung dalam bejana milik Mbah Google. Pertama, rajin membaca buku, novel atau artikel yang pada akhirnya kita bisa menemukan sudut pandang baru, memunculkan ide untuk menulis atau sekedar melakukan ulasan ulang ide pada buku, novel atau artikel yang kita baca.

Kedua, menonton Film. Disanalah pertukaran ide penulis, penggambaran setiap ide melalui adegan oleh penulis naskah, sutradara, cinematografer, dan para kru film lainnya. Berkat nonton film, tercetuslah ide untuk mengulas hal yang paling penting dari ide dan gagasan pokok pada film, mencari nilai atau tafsiran padanan soal ide dalam film atau mengulas dan menguliti isi film itu sendiri.

Ketiga, jalan-jalan. Pada poin ini mari kita sederhanakan pada jalan-jalan atau berkeliling ke lingkungan baru. Bisa dengan mengunjungi kontrakan teman, berkunjung ke saudara kita, atau ke tempat wisata baru. Dari sana, otak akan bekerja otomatis untuk menangkap realitas dunia kita yang begitu dinamis. Melabrak kesuntukkan dan rutinitas harian.

Keempat, tulislah sebuah kata di buku catatanmu. Kalau tidak di kolom ‘apa yang sedang anda pikirkan..’ di sebuah platform media sosial nomor satu di dunia. Itu adalah awalan yang baik ketika kamu mencoba mencari ide. Kalau perlu tulislah hal yang nyeleneh, lalu lihatlah komentar – komentar dari teman-temanmu. Disanalah kamu akan menemukan ide, apa yang harus kamu tulis.

Membaca itu Tantangan
Yups, menulis itu tantangan. Bahkan membaca adalah tantangan. Tahukah anda, sebuah survey literasi telah dilakukan dan hasilnya telah diumumkan tahun 2016 lalu oleh  CentralConnecticut State University di New Britain. Hasilnya, Indonesia berada pada urutan 60 dari 61 negara yang di survey. Survey ini dilakukan menggunakan variable mulai dari ukuran perpustakaan, jumlah pengunjung, kebiasaan membaca surat kabar dan lain-lain.

Banyak para tokoh berkomentar ria soal hasil ini. Ada pro dan tentu saja ada kontra. Tapi yang perlu digaris bawahi pada bagian ini adalah pernyataan Presiden CCSU bahwa jenis perilaku melek huruf ini sangat penting bagi keberhasilan individu dan bangsa di ekonomi berbasis pengetahuan yang menentukan masa depan global kita. Dan itu nyata brotha, sistaaa.... Para pembaca buku mendapatkan peluang sebesar 60%-80% untuk menulis dan 60%-80% mendukung di jenis pekerjaan yang mereka pilih.

Melihat data dan pernyataan sang Presiden diatas, saya berfikir ulang untuk meninggalkan kebiasaan membaca buku. Maka saya paksakan kembali mengambil buku yang senyatanya saya beli murah meriah dari toko buku bekas di samping rumah sakit Harapan Kita 2 tahun yang lalu. Walhasil, setelah berikrar subuh kemarin (red: Kamis, 24/10/2019) saya berniat membaca buku sebelum weekend dimulai hari kamis pagi. Tentu saja dengan harapan saya bisa membuat resensi atau ulasan buku dan melakukan uploadnya pada Jum’at malam.

Thrusday is the day to read my book. Menjawab tantangan menulis adalah dengan membaca buku setiap hari Kamis

Itu tidaklah sia-sia kawan. Hari kamis kemarin hingga Jum’at sore saya berhasil membaca satu buku penuh sobekan catatan berjudu 4G Marketing a 90 Year Journey of Creating Everlasting Brands. Buku ini adalah sejarah perjalanan PT. HM Sampoerna melewati tiga zaman dan hari ini telah mencapai empat generasi kepemimpinannya. Dari buku itulah tumbuh api baru dalam kesuntukan dan kejumudan rasa nyaman saya. Untuk resensi buku tersebut, anda bisa membacanya di halaman resensi blog ini. Hingga saya menuliskannya di sebuah kertas A4 dengan Spidol berwarna : 'Thursday is The Day to Read my Book'.

Di akhir kata, saya anjurkan kepada kawan-kawan sekalian untuk merelakan anggaran belanja tembakau, atau menambah penghasilan untuk membeli buku. Buku soal pekerjaan anda, buku soal manajemen keuangan keluarga, buku soal mendidik anak, novel ataupun surat kabar. Karena dari sanalah anda mendapatkan pengetahuan baru, sudut pandang baru, lalu anda bisa berinovasi. Menulis dengan gaya baru, mengetik dengan cara cepat, menggunakan format keuangan baru yang fleksibel atau memenuhi blog anda dengan cerita. Itu tidak akan merugikan anda.   







Resensi Buku Keren Jurnalisme Sastrawi adalah Buku Jurnalistik Keren



Judul                         : Jurnalisme Sastrawi
Penulis                      : Agus Sopian. Alfian Hamzah, Andreas Harsono, Budi Setiyono, Chak Rini, Coen Husain Pontoh, Eriyanto, Linda Christanty
Penerbit                    : Yayasan Pantau
Tahun Terbit            : Oktober, 2005
Cetakan                    : Pertama
Jumlah Halaman       : 352
ISSBN                      : 979-97945-1-X

Hal apa yang akan terjadi jika seseorang atau warga ditanya tentang sebuah peristiwa yang membekas dan menyebabkan trauma karena kehilangan? Fase pertama, mereka bercerita dan berharap ada keadilan datang secepat jurnalis mengabarkan derita mereka. Fase kedua mereka bercerita sambil berdo’a keadilan akan datang sekalipun terlambat. Fase ketiga mereka mengulang cerita dan menitikkan air mata karena keadilan dan kebenaran tak kunjung datang. Fase keempat, “percuma kami bercerita. Toh kebenaran tidak membawa keluarga kami kembali”.

Pada fase keempat itulah Chik Rini menukik dan mendalami peristiwa di Simpang Kraft tahun 1999. Simpang Kraft adalah sebuah tempat dimana tragedi sekelompok orang berseragam loreng memberondong para demonstran yang tak lain adalah warga Aceh. Chik Rini menuliskan peristiwa ini dengan menelusuri laporan jurnalis RCTI dan Antara sebagai pengabar berita sekaligus saksi kejadian. Lalu ia mencari saksi dan korban dengan menapaki daerah Simpang Kraft.

Sungguh tidaklah mudah menggali informasi dari para saksi dan korban di fase keempat. Namun Rini berhasil menyelam dibawah tekanan arus trauma dan ketidakpercayaan para korban. Rini membawa permata menjadi karya keatas permukaan samudera jurnalisme. Ia memberi judul “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” atas hasil liputannya. Saya merasa berada disana, menangis.

Rini membutuhkan waktu 5 bulan untuk menyusun laporan super dalam ini. Begitu juga penulis lain cukup memakan waktu dalam menyusun narasi. Hal ini dijelaskan dalam pengantar buku ini dimana genre ‘Jurnalisme Sastrawi’ merupakan hasil laporan mendetail dan menyeluruh, disusun per-adegan, serta menggunakan sudut pandang orang ketiga. Riset dan verifikasi atas informasi benar-benar dilakukan dengan teliti, sehingga akurasi laporannya bisa seratus persen dipercaya. 

Buat saya yang baru saja menjerumuskan diri di dunia jurnalistik, buku Jurnalisme Sastrawi ini cukup Keren. Pada pengantarnya memberikan petunjuk yang cukup jelas soal genre jurnalisme yang jarang digunakan di negara ini. Sebagaimana judulnya “Antologi Liputan Mendalam dan Memikat” para penyusun buku Jurnalisme Sastrawi ini menyajikan komposisi yang pas melalui delapan hasil liputan.

Resensi Buku Keren Jurnalisme Sastrawi setelah Luqman Wibowo membaca Buku Jurnalistik Keren Jurnalisme SastrawiPertama kita dibawa belajar menyusuri setiap saksi dan informasi, lalu merasakan berada disana saat itu. Kedua, menggali latar belakang dibalik pelaku ledakan bom Bali dan Natal. Ketiga, melihat seorang pemulung biasa yang dibakar, tapi membuka mata dunia jurnalisme yang bermata dua. Keempat, soal pesan dan amanat tidak langsung Coen Husain Pontoh, jika ingin mendirikan perusahaan pers, belajarlah kepada Tempo. Kelima, semacam Behind in Scene tentara yang bertugas di Aceh. Keenam, hal cukup mengerikan dan kenyataan. Inilah dunia seribu wajah. Ketujuh, Koes Bersaudara bermain musik demi sebuah misi yang tak terungkapkan. Kedelapan, sekali lagi untuk para pemimpi di dunia jurnalis, belajarlah pada The New Yorker.

Akhir kata, sekalipun diakui sendiri oleh para editor dan penyusunnya bahwa karya ini adalah coba-coba dan masih jauh jika disandingkan dengan pendahulunya terutama John Hersey lewat ‘Hiroshima’ ataupun Truman Capote dengan ‘In Cold Blood‘. Tetapi buku jurnalistik keren ini sangat sangat layak dan mendapatkan tempat di hati para jurnalis. Saya sendiri seorang pemula merasa disentil, “Mau jadi jurnalis macam apa nanti?”.







Adegan Film The Pirates of Somalia ketika Jay berhasil bertemu salah seorang Perompak




Directed by
Produced by
Claude Dal Farra
Irfaan Fredericks
Mino Jarjoura
Matt Lefebvre


Screenplay by
Bryan Buckley
Starring
Barkhad AbdiMelanie GriffithAl Pacino

Music by
Andrew Feltenstein
John Nau

Cinematography
Scott Henriksen
Edited by
Production
company

Hungry Man Productions
BCDF Pictures
Kalahari Pictures


Distributed by
Release date
·         April 27, 2017 (Tribeca Film Festival)
·         December 8, 2017 (United States)
Running time
118 minutes[1]
Country
United States
Language
English



Jay Bahadur adalah seorang jurnalis pemula. Ia berniat menjadi jurnalis professional dan lulus sebagai sarjana jurnalis di Universitas Harvard. Motivasinya menjadi jurnalis diperlihatkan di awal film ketika Jay sedang mengumpulkan data dan tentang tempat menyimpan / meletakkan tisu di minimarket dan rumah warga. Ia berharap mendapatkan pola tertentu dan menerbitkannya dalam sebuah jurnal.

Suatu hari dengan tidak sengaja Jay bertemu seorang pensiunan jurnalis idolanya di sebuah klinik. Dia adalah Seymour Tolbin. seorang veteran jurnalis dari The Daily Mail. Disanalah ia mendapatkan lecutan dan hasutan yang membawanya menjadi seorang Jurnalis di kemudian hari.

“Kau ingin menjadi Jurnalis hebat? Pergilah ke tempat yang gila!” Tegas Seymour.
Maka, dimulailah usaha Jay untuk bisa pergi ke tempat yang gila. Somalia.


Seberapa gilanya Somalia? Bahkan tidak ada jurnalis dari pers manapun yang berniat untuk masuk ke Somalia. Keadaan carut marut akibat perang antar kelompok, warga sipil yang bebas memegang senjata menggambarkan keadaan yang super gila mengancam nyawa. Bajak laut Somalia menjadi subjek antagonis superior bagi media dan warga dunia.

Adegan Film The Pirates of Somalia ketika Jay berhasil melakukan wawancara dengan Garaard seorang prompak somalia

Film semi dokumenter ini berpusat pada Jay Bahadur yang nekat mendarat ke Somalia. Dengan pinjaman dari Orang Tuanya, ia berhasil mendapat restu dan tawaran bantuan dari sebuah stasiun radio Garowe Somalia. yang menawarkan bantuan penerjemah sekaligus asuransi keamanan selama Jay di Somalia. Film ini dilengkapi dengan adanya humor dan karakter orang-orang Somalia serta sisi gelap warganya yang banyak mencandu Daun Khat. Selama 6 bulan tinggal di Somalia, Jay berhasil mewawancarai Boyah pimpinan salah satu kelompok pembajak di kota Eyl. Ia juga berhasil mewawancari Garaard yang memimpin semua kelompok pembajak bersenjata di Somalia.


Adegan Film The Pirates of Somalia ketika Jay merasakan kebuntuan

Dalam film ini, melalui adegan wawancara Jay dengan Garaard, Somalia memberikan kabar bahwa mereka hanya mengambil apa yang seharusnya di dapatkan oleh mereka. Ikan-ikan mereka di pancing tanpa izin. Kapal-kapal kargo dan tanker melewati perairan Somalia tanpa melapor. Mereka akan terus ada selama pemancing illegal masih ada di perairan Somalia. 


Film ini sangat – sangat layak bagi siapapun terutama seseorang yang berniat menjerumuskan diri ke Dunia Jurnalistik. Namun, jika benar akan menjalankan cara seperti itu dibutuhkan pikiran yang jernih dan menimbang-nimbang juga, Agar tidak salah pilih tempat dan benar-benar tidak terkendali. Kenyataannya, selain tantangan menemukan narasumber, mencari sudut pandang yang pas untuk pemberitaan, dibutuhkan pula keuletan dan kesabaran. Karena jauh dari rumah dan berada di area konflik cukup menguras tenaga, materil dan pikiran bukan?