God,
konsisten untuk menulis itu tidak main – main. Setidaknya ada beberapa usulan
dari dunia ghaib yang di tampung dalam bejana milik Mbah Google. Pertama, rajin
membaca buku, novel atau artikel yang pada akhirnya kita bisa menemukan sudut
pandang baru, memunculkan ide untuk menulis atau sekedar melakukan ulasan ulang
ide pada buku, novel atau artikel yang kita baca.
Kedua,
menonton Film. Disanalah pertukaran ide penulis, penggambaran setiap ide
melalui adegan oleh penulis naskah, sutradara, cinematografer, dan para kru
film lainnya. Berkat nonton film, tercetuslah ide untuk mengulas hal yang
paling penting dari ide dan gagasan pokok pada film, mencari nilai atau
tafsiran padanan soal ide dalam film atau mengulas dan menguliti isi film itu
sendiri.
Ketiga,
jalan-jalan. Pada poin ini mari kita sederhanakan pada jalan-jalan atau
berkeliling ke lingkungan baru. Bisa dengan mengunjungi kontrakan teman,
berkunjung ke saudara kita, atau ke tempat wisata baru. Dari sana, otak akan
bekerja otomatis untuk menangkap realitas dunia kita yang begitu dinamis. Melabrak
kesuntukkan dan rutinitas harian.
Keempat,
tulislah sebuah kata di buku catatanmu. Kalau tidak di kolom ‘apa yang sedang
anda pikirkan..’ di sebuah platform media sosial nomor satu di dunia. Itu adalah
awalan yang baik ketika kamu mencoba mencari ide. Kalau perlu tulislah hal yang
nyeleneh, lalu lihatlah komentar – komentar dari teman-temanmu. Disanalah kamu
akan menemukan ide, apa yang harus kamu tulis.
Membaca itu Tantangan
Yups,
menulis itu tantangan. Bahkan membaca adalah tantangan. Tahukah anda, sebuah
survey literasi telah dilakukan dan hasilnya telah diumumkan tahun 2016 lalu
oleh CentralConnecticut State University di New Britain. Hasilnya, Indonesia berada pada urutan 60 dari 61 negara yang di survey. Survey
ini dilakukan menggunakan variable mulai dari ukuran perpustakaan, jumlah pengunjung,
kebiasaan membaca surat kabar dan lain-lain.
Banyak
para tokoh berkomentar ria soal hasil ini. Ada pro dan tentu saja ada kontra. Tapi
yang perlu digaris bawahi pada bagian ini adalah pernyataan Presiden CCSU bahwa jenis perilaku melek huruf ini sangat penting bagi
keberhasilan individu dan bangsa di ekonomi berbasis pengetahuan yang
menentukan masa depan global kita. Dan
itu nyata brotha, sistaaa.... Para pembaca buku mendapatkan peluang sebesar
60%-80% untuk menulis dan 60%-80% mendukung di jenis pekerjaan yang mereka pilih.
Melihat
data dan pernyataan sang Presiden diatas, saya berfikir ulang untuk
meninggalkan kebiasaan membaca buku. Maka saya paksakan kembali mengambil buku
yang senyatanya saya beli murah meriah dari toko buku bekas di samping rumah
sakit Harapan Kita 2 tahun yang lalu. Walhasil, setelah berikrar subuh kemarin (red:
Kamis, 24/10/2019) saya berniat membaca buku sebelum weekend dimulai hari kamis pagi. Tentu saja dengan harapan saya
bisa membuat resensi atau ulasan buku dan melakukan uploadnya pada Jum’at
malam.
Itu
tidaklah sia-sia kawan. Hari kamis kemarin hingga Jum’at sore saya berhasil
membaca satu buku penuh sobekan catatan berjudu 4G Marketing a 90 Year Journey of Creating Everlasting Brands. Buku
ini adalah sejarah perjalanan PT. HM Sampoerna melewati tiga zaman dan hari ini
telah mencapai empat generasi kepemimpinannya. Dari buku itulah tumbuh api baru
dalam kesuntukan dan kejumudan rasa nyaman saya. Untuk resensi buku tersebut,
anda bisa membacanya di halaman resensi blog ini. Hingga saya menuliskannya di sebuah kertas A4 dengan Spidol berwarna : 'Thursday is The Day to Read my Book'.
Di akhir
kata, saya anjurkan kepada kawan-kawan sekalian untuk merelakan anggaran belanja
tembakau, atau menambah penghasilan untuk membeli buku. Buku soal pekerjaan
anda, buku soal manajemen keuangan keluarga, buku soal mendidik anak, novel
ataupun surat kabar. Karena dari sanalah anda mendapatkan pengetahuan baru,
sudut pandang baru, lalu anda bisa berinovasi. Menulis dengan gaya baru,
mengetik dengan cara cepat, menggunakan format keuangan baru yang fleksibel atau
memenuhi blog anda dengan cerita. Itu tidak akan merugikan anda.