5 Gaya Komunikasi Unik Orang-Orang Pandeglang

Ini adalah ujicoba kedua saya mengirimkan artikel ke Mojok. En Ing Eng... dimuat juga. Senag kali cuy dua kali kirim dimuat jugak. Padahal gak satire dan gak Lucu. Mungkin editor Terminal Mojok lagi baik sama Tukang Ketik pemula macam saya. Saya jadi ngefans lho sama Mojok...!

Tentu saja ada beberapa poin yang beda. Selain kepentingan Media, Struktur bahasa dan kata yang gak efektif di cukur dari naskah aseli yang saya kirim. Dibawah ini adalah versi aseli yang saya ketik. Kalopun teman-teman ingin lihat versi yang dimuat di Terminal Mojok, Terbang aja >)))>> Lewat Sini <<(((< atau ke Portofolio saya juga bisa sih. Jadi, Selamat Bercukur...!

5 Gaya Komunikasi (Orang-Orang) Pandeglang

 ***

Lima Gaya Komunikasi Paling Dahsyat di Pandeglang

Komunikasi itu sangat penting. Saking pentingnya sudah jadi sebuah cabang keilmuan sejak ribuan tahun yang lalu. Termasuk di Pandeglang yang sedang diklaim beberapa sejarawan sebagai pemilik kerajaan pertama dan tertua yang lahir di Nusantara.

Di bawah panji Salaka Nagara, Pandeglang diklaim telah memiliki peradaban sejak abad ke 2 Masehi. Nyontek dari M. Abdul Karim yang kadung duluan mengetik, bahwa peradaban merupakan khazanah pengetahuan dan kecakapan teknis yang meningkat dari angkatan ke angkatan dan sanggup berlangsung terus-menerus. Produk peradaban Pandeglang yang saya maksud adalah gaya komunikasi.

Perlu teman-teman ketahui, ada lima gaya komunikasi di Pandeglang yang paling dahsyat, yaitu:

1.    Harewos Bojong

Saya sendiri lahir di area kode pos 42274 ini. Jadi saya cukup hafal soal perilaku Harewos Bojong. Istilah Harewos dalam basa Indonesia adalah Bisikan. Jadi, Harewos Bojong adalah Bisikan orang-orang Bojong. Harewos Bojong adalah interpretasi dari orang-orang Bojong yang suka berbisik. Kamu tahu kan berbisik? Semacam,

Cewek : “kamu tahu enggak, kubis apa yang bisa membuat aku bahagia?”

Cowok : “Kubis? apa ya? Enggak tahu. Emangnya apa?”

Cewek : “Kubisikan do’aku padaNya. Agar kau bisa menikah denganku”

Penulis : “Khowek”.

Nah itulah Harewos Bojong. Sejatinya, harewos adalah bisikan yang berarti jangan sampai terdengar oleh orang lain. Tetapi, nyatanya Harewos Bojong adalah bisikan yang disampaikan di depan pihak yang seharusnya tidak boleh mendengar. Artinya, sang pembisik (orang pertama) menyampaikan kepada temannya (orang kedua) didepan orang yang tidak boleh dengar (orang ketiga).

Parahnya, sedari awal orang pertama akan menyampaikan pesan dengan suara nyaring ditelinga orang kedua saat mereka sedang didepan orang ketiga. Tak lupa tangan orang pertama akan mengambil posisi di antara mulut dan telinga si orang kedua.

Akh, mungkin teman-teman akan paham jika mencobanya sendiri.

2.    Kowetan Sodong

Sodong adalah sebuah desa dan merupakan peristirahatan terakhir ulama besar dan pendiri Organisasi Massa Islam Mathla’ul Anwar. Kowetan terdiri dari satu kata kerja yang ditambah imbuhan ‘an’. Kowet hampir sepadan dengan noel atau mencolek dalam basa Indonesia. Kowetan Sodong berarti Kowet(colek)an Orang-orang Sodong. Kowetan Sodong adalah interpretasi orang-orang Sodong yang tidak suka ribut, ricuh atau ramai tentang suatu hal. Semisal,

Di suatu sore yang cerah tapi tanggal tuak, didepan kos-kosan kaum batangan di seberang Pom bensin berlatar Gunung Pulosari. 6 orang mahasiswa berkerumun nongkrong sambil ngopi dan sok serius membicarakan masalah negara. Lalu lewatlah para mahasiswi dengan celana kulot, blouse lengkap dan tak lupa kerudungnya yang berwarna sama dengan celananya. Tak ketinggalan tas gantung yang ukurannya bahkan tak cukup untuk satu binder.

Bak melihat oase di Padang Sahara, mahasiswa yang pertama kali melihatnya, akan melakukan kowetan pada teman disampingnya. Ia cukup menunjuk kearah mahasiswi yang berjalan dengan dagunya. Maka 4 orang gerombolan mahasiswa yang duduk disatu meja akan segera melirik, menengok atau berbalik badan kalau perlu.

Gaya komunikasi ini adalah gaya komunikasi tak berisik ala orang-orang Sodong. Cukup satu ‘kowetan’, satu petunjuk arah, sisa anggotanya akan paham maksud dari kowetan ini.   

3.    Tajongan Cikedal

Tajongan berasal dari kata Tajong yang berarti tendang, sepak. Cikedal adalah sebuah daerah pecahan Kecamatan Menes yang memiliki legenda buaya putih di Situ Cikedal. Tajongan Cikedal adalah gaya komunikasi dan merupakan interpretasi orang-orang Cikedal dalam menyampaikan pesan tetapi tidak ingin ada pihak lain tahu. Semisal, jika mahasiswa pada cerita sebelumnya adalah orang-orang Cikedal, maka mahasiswa yang melihat oase di Padang Sahara itu akan melakukan ‘tajongan’ atau menendang kaki orang tertentu saja. Maka, orang yang di’tajong’ akan segera mendelik kearah si penajong, dan memastikan apa pesannya. Maka dalam kasus ini, hanya mereka berdualah yang tahu ada mahasiswi yang kekinian dan tidak layak dikesampingkan sekalipun itu masalah negara.  

4.    Kiceupan Menes

Menes adalah sebuah kecamatan yang diambil dari nama seorang pedagang Portugis zaman Baheula bernama Don Jorge Menesess. Menes merupakan daerah yang ramai dan pusat perdagangan sejak dahulu.

Kiceupan berasal dari kata ‘kiceup’ atau kedipan yang ditambah imbuhan ‘an’. Kiceupan Menes berarti Kiceupan (kedipan) orang-orang Menes. Masih ingat presenter sebuah acara yang identik dengan mengedipkan satu matanya? Seperti itulah orang Menes. Mereka berkomunikasi bahkan tidak akan diketahui oleh pihak lain. Komunikasi ini hanya akan dipahami oleh mereka yang aseli orang Menes.

Jika cerita mahasiswa yang nongkrong disuatu sore sebelumnya adalah orang Menes, maka ia tak perlu tangan dan dagu sebagai simbol tanda. Cukup Kiceupan Menes! maka para mahasiswi akan datang menghampiri meja mereka.

5.    Singsatan Kananga

Kananga adalah nama sebuah desa dikaki gunung Pulosari. Perlu saya beritahu, jika MAW Brouwer berpendapat bahwa “Pasundan diciptakan ketika Tuhan tersenyum”, maka saya dapat katakan “Tuhan telah menurunkan Bidadari di Kananga. Hanya untuk orang Pandeglang”.

Ini bukan desas-desus yang sengaja saya bisikan ke telinga orang kedua agar kamu jadi curiga. Ini kenyataan dan jika cerita mahasiswa nongkrong diatas melibatkan orang Kananga, maka ceritanya akan jadi begini :

Sadar menjadi pusat perhatian, sekelompok mahasiswi itu menjadi salah tingkah dan berusaha mempercepat langkahnya. Secara reflek, salah satu mahasiswi menggerakkan kedua tangannya dan menarik sedikit celana kulotnya yang lebar. Wal hasil, dengan tidak sengaja terlihatlah setengah betis mahasiswi itu.

Itulah Singsatan. Singsatan berasal dari kata ‘Singsat’ atau Menyingsingkan. Maka, Singsatan Kananga adalah orang – orang Kananga yang melakukan Singsatan (menyingsingkan).

Jadi, begitulah ceritanya. Tak ada lagi masalah negara setelah Singsatan Kananga.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tukang Ngintip, Coment Dong..